Melakukan Seks Dengan Cewek Pekerja Salon

Minggu, 16 April 20170 komentar

http://ceritadewasaokey.blogspot.com/2017/04/melakukan-seks-dengan-cewek-pekerja.html

Melakukan Seks Dengan Cewek Pekerja Salon

Pada awal April yang lalu mendapat pengalaman yang mana awal mulanya aku diajak temanku untuk memotong rambut disalon dekat dengan kampus, aku dengar dari masyarakat setempat bahwa rata-rata yang bekerja disalon tersebut wanitanya bisa diajak kencan, dan pada suatu hari pukul 13.00 WIB kami janjian dengan temanku untuk ketemuan disalon tersebut untuk memotong rambut.

Sejenak aku melirik jam tangan, terlihat jam satu kurang dan aku putuskan untuk masuk. Seperti halnya salon-salon biasa, suasana salon ini normal tidak ada yang luar biasa dari tata ruangnya serta kegiatannya.

Pada pertama kali aku masuk, aku langsung menuju tempat meja receptiaon dan disana aku mengatakan berniat untuk memotong rambut. Dikatakan oleh wanita cantik yang sedang duduk dibalik meja reseption agar aku menunggu sebentar sebab pada sibuk semua.


Sambil menunggu, aku mencoba untuk melihat-lihat sekitar siapa tahu ada temanku, tapi tidak terlihat ada temanku diantara semua orang terebut. Mungkin saja dia belum datang, pikirku. Kuakui bahwa hampir semua wanita yang bekerja disalon ini cantik-cantik dan putih dengan postur tubuh yang proposional dan aduhai banget.

Perkirakan umur mereka berumur sekitara 20-30 tahun. Aku jadi keringatan dengan omongan temanku, Andi, bahwa mereka semua bisa diajak kencan. Namun aku sendiri masih ragu sebab salon ini benar-benar seperti salon pada umumnya.

Setelah beberapa menit menunggu, aku ditegur oleh reception bahwa aku sudah dapat potong rambut sambil menunjuk ke salah satu tempat yang kosong. Aku pun langsung menuju kearah yang sudah ditentukan. Beberapa detik kemudian seorang wanita mudah nan cantik sekali menegur sambil memegang rambutku.

"Mas, rambutnya mau dipotong model apa?' katanya sambil melihat aku lewat cermin dan tetap memgang rambutku yang sudah agak panjang.

"Mmm...dirapi'n aja deh mbak!" kataku

Lalu seperti halnya ditempat cukur rambut pada umumnya, akupun diberi penutup pada seluruh tubuhku untuk menghindari potongan-potongan rambut. Beberapa menit pertama aku sedikit kaku dan dingin. Aku yang diam saja dan dia sibuk mulai motong rambutku. Sangat tidak enak rasanya dan aku mencoba untuk mencairkan suasana.

"Mbak sudah lama kerja disin?' tanyaku.

"Ya kira-kira sudah enam bulan, Mas..ngomong-ngomong Mas baru sekali ya potong rambut disini?" sambungnya sambil tetap memotong rambutku.

"Iya..kemarin saya lewat jalan sini, terus kok ada salon, ya sudah deh saya coba untuk potong rambut disini. Ini juga janjian sama teman, tapi temanku koq belum datang juga?" jawabku sedikit berbohong.

"Ooo.." jawabnya singkat dan berkesan cuek.

"hei.." terdengar suara temanku sambil menepuk pundak

"Eh..loe baru datang?"tanyaku 

"Iya nih..tadi dijalan macet, mm..gue potong dulu ya.." jawabnya sambil berlalu.

Ngobrol punya ngobrol, akhirnya kami dekat, dan belakangan aku tahu Yuni namannya, umurnya 22 tahun, dia kost di daerah situ juga, dia orang asli Bandung, dia memiliki enam bersaudara dan dia anak ketiga. Kami pun sepakat untuk janjian ketemuan di luar pada Sabtu malam.

Setelah aku selesai, sambil memberikan tips sekedar basa-basi, aku menanyakan apakah Ia mau aku ajak makan. Dan Ia mau lalu memberikan nomor handphone kepada aku.

Sambil menunggu, aku mengobrol dengan Nita,, aku sempat diperkenalkan  oleh beberapa temannya yang bernama Dinda, Echie dan Yana. Ketiganya cantik-cantik tetapi Nita juga tidak kalah cantik dengan mereka baik itu parasnya juga tubuhnya.

Dinda, Ia berambut agak panjang dan pada beberapa bagian rambutnya dicat kuning. Echi rambutnya sedikit pendek, tatapanya agak misterius, dadanya sebesar Dinda namun karena postur tubuhnya yang sedikit pendek sehingga payudaranya membuat ngiler semua mata laki-laki untuk menikmatinya.

Sedangkan Yana, ia tampak sangat merawat tubuhnya, ia begitu mempesona, lingkar pinggangnya yang sangat begitu ideal dengan tinggi badanya, pantatnya dan dadanya sangat proposional.


Akhirnya kami ketemuan pada Sabtu malam dan tempat yang sudah disepakati. Setelah makan kami nonton bioskop, filmnya Jennifer Lopez, The Cell. Wah, cakep sekali ini orang, batinku mengagumi kecantikan Yuni yang waktu mengenakan kaos ketat berwarna biru mudah ditambah dengan rompi yang dikancingkan dan dipadu dengan celana jeans ketat serta sandal yang tebal. Kami pun serius mengikuti alur cerita film itu.

Hingga akhirnya semua penonton dekagetkan oleh suatu adegan. Yuni pun tampak kaget, terlihat dari bergetarnya tubuh dia. Entah ada setan apa, secara reflek aku memegang tangan kanannya. Lama sekali aku memegang tangannya dengan sesekali meremasnya dan Ia diam saja.

Singkat cerita, akupun mengantarkan ia pulang ke kostnya, ditengah jalan Yuni memohon kepadaku untuk tidak langsung pulang tapi putar-putar dulu. Kukabulkan permintaannya karena aku sendiri sedang bebas, dan kuputuskan untuk naik tol dan putar-putar kota Jakarta. Sambil menikmati musik, kami saling berdiam diri, akhirnya Yuni mengatakan.

"Mmm..Will, aku mau ngomong sesuatu sama kamu, memang sih semua ini terlalu cepat..kalau aku suka sama kamu.." katanya pelan tapi pasti.

Seperti disambar petir mendengar kata-katanya, dan secara reflek aku melihat kekiri melihat dia, tampaknya dia serius dengan apa yang barusan ia katakan. Dia menatap tajam.

"Apa kamu sudah yakin dengan omonganmu yang barusan, Yun?" tanyaku sambil kembali konsentrasi ke jalan.

"Aku gak tahu kenapa  bahwa  aku merasa kamu nggak kayak laki-laki yang pernah aku kenal, kamu baik, dan kayaknya perhatian dan care. Aku tidak mau kalau setelah aku pulang ini, kita nggak bisa ketemu laki, Will..aku nggak mau kehilangan kamu,." jawabnya panjanga lebar.

"Mmm..kalau aku boleh jujur sich, aku suka sama kamu, Yun tapi kamu mau kan kalau kita nggak pacaran dulu?" tegasku.

"Ok, kalau itu mau kamu, mm.. boleh nggak aku cium kamu, bukti bahwa kamu nggak main-main sama omongank yang barusan?" tanyanya.

Wah rasanya sepeti mau mati, jantungku berdetak begitu kencang seperti mau copot, nafas jadi sesak. Edan nich anak, seperti benar-benar! Sekali lagi, aku melihat kekiri melihat wajahnya yang bulat dengan bola mata yang berwarna coklat, dia menatap mataku tajam dan serius sekali.

"Sekarang?" tanyakku sambil menatapnya, dan dia mengngguk pelan.

"Ok, kamu boleh cium aku," jawabku sambil kembali ke jalanan.

Beberapa detik kemudian dia beranjak dari tempat duduknya dan mengambil posisi untuk memberi sebuah ciuman dipipi kiriku. Diberilah sebuah ciuman di pipi kiriku sambil memeluk. Lama sekali ia mencium dan ditempelkannya payudaranya dilengan kiriku.


Ooh, empuk sekali, matap! Payudaranya yang cukup menantang itu sedang menekan lengan kiriku. Edan, enak sekali, aku jadi merangsang dibuatnya. Secara otomatis batang kemaluanku pun mengeras. Dengan pelan sekali, Yuni berbisik, "Will, aku suka sama kamu," dan ia kembali mencium pipiku dan tetap menekan payudaranya pada lengan kiriku.

Konsentrasiku buyar, sepertinya aku benar-benar sudah terangsang dengan perlakuan Yuni, dan beberapa kendaraan yang melaluiku melihat kearahku menembus kaca filmku yang hanya 50%. "Kami terangsang ya, Will?" tanyanya pelan dan agak lirih.

Aku tidak menjawabnya. Tangan kirinya pun mencoba untuk mengelus-elus badanku dan mengarah ke bawah. Aku sudah benar-benar terangsang. Sekali lagi Yuni berbisik, "Will aku tahu kamu terangsang, boleh tidak aku lihat punya kamu? punya kamu besar ya?" aku mengangguk.

Dibukalah celana panjangku dengan tangan kirinya, seperti ia agak kesulitan pada saat ingin membuka ikat pinggangku sebab dia hanya menggunakan satu tangan. Aku bantu dia membuka ikat pinggang setelah itu aku kembali memegang setir mobil.

Dielus-elus batang kemaluanku yang sudah keras dari luar. Tidak lama kemudian ditelusupkan telapak kirinya ke dalam dan digenggamlah kemaluanku. “Ooohh..” desahku pelan. Sedikit demi sedikit wajahnya bergerak.

Pertama, ia cium bibirku dari sebelah kiri lalu turun ke bawah. Ia cium leherku, dan ia sempat berhenti di bagian dadaku, mungkin ia menikmati aroma parfum BULGARI-ku. Ia makin turun dan turun ke bawah. Beberapa kali Alma melakukan gerakan mengocok kemaluanku.

Pertama-tama dijilatinya pangkal batang kemaluanku lalu merambat naik ke atas. Ujung lidahnya kini berada pada bagian biji kejantananku. Salah satu tangannya menyelinap di antara belahan pantatku, menyentuh anusku, dan merabanya.

Yuni melanjutkan perjalanan lidahnya, naik semakin ke atas, perlahan-lahan. Setiap gerakan nyaris dalam beberapa detik, teramat perlahan. Melewati bagian tengah, naik lagi. Ke bagian leher batangku. Kedua tanganku tak kusadari sudah mencengkeram setir mobil.


Ujung lidahnya naik lebih ke atas lagi. Pelan-pelan setiap jilatannya kurasakan bagaikan kenikmatan yang tak pernah usai, begitu nikmat, begitu perlahan. Setiap kali kutundukkan wajahku melihat apa yang dilakukannya setiap kali itu pula kulihat Yuni masih tetap menjilati kemaluanku dengan penuh nafsu.

Sesaat Yuni kulihat melepaskan tanganya dari kemaluanku, ia menyibatkan rambutnya ke samping tiga jarinya kembali menarik bagian bawah batang kemaluanku dengan sedikit memiringkan kepalanya. Yuni kemudian mulai menurunkan wajahnya mendekati kepala kejantananku.

Ia mulai merekahkan kedua bibirnya, dengan berhati-hati ia memasukkan kepala kemaluanku ke dalam mulutnya tanpa tersentuh sedikitpun oleh giginya. Kemudian bergerak perlahan-lahan semakin jauh hingga di bagian tengah batang kemaluanku. Saat itulah kurasakan kepala kejantananku menyentuh bagian lidahnya.

Tubuhnya bergetar sesaat dan terdengar suara khas dari mulut Yuni. Kedua bibirnya sesaat kemudian merapat. Kurasakan kehangatan yang luar biasa nikmatnya mengguyur sekujur tubuhku. Perlahan-lahan kemudian kepala Yuni mulai naik.

Bersamaan dengan itu pula kurasakan tangannya menarik turun bagian bawah batang tubuh kejantananku hingga ketika bibir dan lidahnya mencapai di bagian kepala, kurasakan bagian kepala itu semakin sensitif.

Begitu sensitifnya hingga bisa kurasakan kenikmatan hisapan dan jilatan Alma begitu merasuk dan menggelitik seluruh urat-urat syaraf yang ada di sana. Kuraba punggungnya dengan tangan kiriku, kuelus dengan lembut lalu mengarah ke bawah.

Kudapatkan payudara sebelah kanan. Kubuka telapak tanganku mengikuti bentuk payudaranya yang bulat. Kuremas dengan lembut. Kubuka satu persatu kancing rompinya, dan kembali aku membuka tepak tangan mengikuti bentuk payudaranya.


Sambil tetap mengulum, tangan kanannya bergerak menyentuh tanganku, ia tarik baju ketatnya dari selipan celana panjangnya. Dipegangnya tanganku dan diarahkannya ke dalam. Di balik baju ketatnya, aku meremas-remas payudaranya yang masih terbungkus BH. Kuremas satu persatu payudaranya sambil mendesah menikmati kuluman pada kemaluanku.

Kuremas agak kuat dan Yuni pun berhenti mengulum sekian detik lamanya. Kuelus-elus kulit dadanya yang agak menyembul dari BH-nya dengan sesekali menyelipkan salah satu jariku di antara payudaranya yang kenyal.

“Aghh..” desahku menikmati kuluman Yuni yang makin cepat. Aku turunkan BH-nya yang menutupi payudara sebelah kanan, aku dapat meraih putingnya yang sudah mengeras. Kupilin dengan lembut.

“Ooh.. esst..” desahnya melepas kuluman dan terdengar suara akibat melepaskan bibirnya dari kemaluanku.

Menjilat, menghisap, naik turun. Ia begitu menikmatinya. Begitu seterusnya berulang-ulang. Aku tak mampu lagi melihat ke bawah. Tubuhku semakin lama semakin melengkung ke belakang kepalaku sudah terdongak ke atas. Kupejamkan mataku.

Yuni begitu luar biasa melakukannya. Tak sekalipun kurasakan giginya menyentuh kulit kejantananku. Gila, belum pernah aku dihisap seperti ini, pikirku. Pikiranku sudah melayang-layang jauh entah ke mana. Tak kusadari lagi sekelilingku oleh gelombang kenikmatan yang mendera seluruh urat syaraf di tubuhku yang semakin tinggi.

Aku berhenti sejenak meraba payudaranya. Kutengok ke bawah, tangan kanannya menggenggam dengan erat persis di bagian leher batang kemaluanku, dan ia terlihat tersenyum kepadaku. “Kamu luar biasa, Yun,” bisikku sambil menggeleng-gelengkan kepala terkagum-kagum oleh kehebatannya. Alma tersenyum manis dan berkesan manja.

“Eh, bisa keluar aku kalo kamu kayak gini terus,” bisikku lagi merasakan genggaman tangannya yang tak kunjung mengendur pada kemaluanku. Yuni tersenyum.

“Kalo kamu udah nggak pengen keluar, keluarin aja, nggak usah ditahan-tahan,” jawabnya dan setelah itu menjulurkan lidahnya keluar dan mengenai ujung batang kemaluanku. Rupanya ia mengerti aku sedang berjuang untuk menahan ejakulasiku.


“Aaghh..” desahku agak keras menahan rasa ngilu. Bukan kepalang nikmat yang kurasakan, tubuhnya bergerak tidak karuan, seiring dengan gerakan kepalanya yang naik turun, kedua tangannya tak henti-henti meraba dadaku, terkadang ia memilin kedua puting susuku dengan jarinya, terkadang ia melepaskan kuluman untuk mengambil nafas sejenak lalu melanjutkannya lagi.

Semakin lama gerakannya makin cepat. Aku sudah berusaha semaksimal untuk menahan ejakulasi. Kualihkan perhatianku dari payudaranya. Aku meraba ke arah bawah. Kubuka kancing celananya. Agak lama kucoba membuka dan akhirnya terlepas juga. Pelan-pelan kuselipkan tangan kiriku di balik celana dalamnya.

Aku dapat rasakan rambut kemaluannya tipis. Mungkin dipelihara, pikirku dalam hati. Kuteruskan agak ke bawah. Yuni mengubah posisinya. Tadinya ia yang hanya bersangga pada satu sisi pantatnya saja, sekarang ia renggangkan kedua kakinya.

Dengan mudah aku dapat menyentuh kemaluannya. Beberapa saat telunjukku bermain-main di bagian atas kemaluannya. Aku naik-turunkan jari telunjukku. Ugh, nikmat sekali nih rasanya, pikirku. Sesekali kumasukkan telunjukku ke dalam lubang kemaluannya.

Aku jelajahi setiap milimeter ruangan di dalam kemaluan Yuni. Aku temukan sebuah kelentit di dalamnya. Kumainkan klitoris itu dengan telunjukku. Ugh, pegal juga rasanya tangan kiriku. Sejenak kukeluarkan jariku dari dalam. Lalu aku menikmati setiap kuluman Yuni. Rasanya sudah beberapa tetes spermaku keluar. Aku benar-benar dibuat mabuk kepayang olehnya.

Kembali kumasukkan jariku, kali ini dua jari, jari telunjuk dan jari tengahku. Pada saat aku memasukkan kedua jariku, Alma tampak melengkuh dan mendesah pelan. Semakin lama semakin cepat aku mengeluar-masukkan kedua jariku di lubang kemaluannya dan Yuni beberapa menghentikan kuluman pada batang kemaluanku sambil tetap memegang batang kemaluanku.


Entah sudah berapa orang yang melihat kegiatan kami terutama para supir atau kenek truk yang kami lewati, namun aku tidak peduli. Kenikmatan yang kurasakan saat itu benar-benar membiusku sehingga aku sudah melupakan segala sesuatu.

Kembali Yuni menjilat, menghisap dan mengulum batang kemaluanku dan entah sudah berapa lama kami melakukan ini.

Kutundukkan kepalaku untuk melihat yang sedang dikerjakan Yuni pada kemaluanku. Kali ini Alma melakukan dengan penuh kelembutan, ia julurkan lidahnya hingga mengenai ujung kepala kemaluanku lagi. Ia memutar-mutarkan lidahnya tepat di ujung lubang kemaluanku.

Sungguh dashyat kenikmatan yang kurasakan. Beberapa kali tubuhku bergetar namun ia tetap pada sikapnya. Sesekali ia masukkan semua batang kemaluanku di dalam mulutnya dan ia mainkan lidahnya di dalam. “Ooh.. Tel.. enakk..” desahku sambil melepaskan tangan kiriku dari lubang kemaluannya. Kupegang kepalanya mengikuti gerakan naik turun.

"Yuni, aku sudah nggak tahann..” kataku agak lirih menahan ejakulasi. Namun gerakan Alma makin cepat dan beberapa kali ia buka matanya namun tetap mengulum dan terdengar suara-suara dari dalam mulutnya.

“Aaagghh..” desahku keras diiringi dengan keluarnya sperma dari dalam batang kemaluanku di dalam mulutnya. Keadaan mobil kami saat itu sedikit tersentak oleh pijakan kaki kananku. Aku menikmati setiap sperma yang keluar dari dalam kemaluanku hingga akhirnya habis. Yuni tetap menjilati kemaluanku dengan lidahnya.

Dapat kurasakan lidahnya menyapu seluruh bagian kepala kemaluanku. Ugh, nikmat sekali rasanya. Setelah membersihkan seluruh spermaku dengan lidahnya, Yuni bergerak ke atas. Kulihat dia, tampak ada beberapa spermaku menempel di sebelah kanan bibirnya dan pipi kirinya.

Aku mulai bergerak memperbaiki posisi dudukku, perlahan-lahan. Sambil tetap digenggamnya batang kemaluanku yang sudah lemas, Yuni beranjak ke atas melumat bibirku, masih terasa spermaku. Sekian detik kami bercumbu dan aku memejamkan mata.

Akhirnya ia merapikan posisinya, ia duduk dan merapikan pakaiannya. Aku pun merapikan pakaianku sekedarnya. Aku kenakan celana panjangku namun tidak kumasukkan kemejaku.

Beberapa hari setelah itu, aku main ke kost Yuni dan pada saat itu pula kami mengikat tali kasih. Yuni kembali dari Bandung setelah 2 minggu ia berada di sana dan ia tidak kembali lagi bekerja di salon itu.

Sekarang kami hidup bersama di sebuah tempat di daerah Grogol, sekarang ia diterima sebagai operator di salah satu perusahaan penyedia jasa komunikasi handphone. Sedangkan aku tetap sebagai animator yang bekerja di sebuah perusahaan di daerah Kedoya tapi aku harus meninggalkan kostku.

Setelah kami hidup seatap, Yuni mengakui padaku bahwa selama enam bulan ia bekerja di salon itu, ia pernah melayani pelanggannya dan ia mengatakan bahwa semua pekerja yang bekerja di salon itu juga pekerja seks. Yuni tidak mengetahui bagaimana asal mulanya.

Yuni sendiri tidak tahu apakah salon merupakan sebuah kedok atau seks adalah sebuah tambahan. Dia mengatakan bahwa untuk mengajak keluar salah satu karyawati di situ, seseorang harus membayar di muka sebesar Rp 500.000.

Rasanya Jakarta hanya milik kami berdua, tiap malam setelah mandi sepulang dari kerja atau setelah makan malam, kami melakukan hubungan seks. Entah sampai kapan semua ini akan berakhir. Kami sungguh menikmati setiap hari yang akan kami lalui dan telah kami lalui bersama.

Aku sungguh tidak peduli dengan asal-usulnya pekerjaan Yuni sebab makin hari aku makin terbius oleh kenikmatan seks dan mataku seolah-seolah tertutup oleh rasa sayangku pada dia.
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Cerita Dewasa Okey - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger